Langsung ke konten utama

Naskah Drama Bahasa Indonesia Cerita Rakyat


Cerita Rakyat Legenda Makam Embung Puntiq

Alkisah, pada suatu desa yang bernama Bayan, tinggallah sebuah keluarga. Sang ayah bernama Panji Bayan Ullah Petung Bayan, sedangkan anaknya bernama Panji Bayan Sangge.
Panji Sangge           : “Bapa, bolehkah daku pergi mengembara.”
Panji Ullah               : “Untuk apa anakku ?”
Panji Sangge           : “Daku ingin cari uang untuk melunasi hutang-hutang keluarga kita.”
Panji Ullah               : “ Jangan anakku…itu sangat berbahaya untuk keselamatanmu!! Biarlah bapa saja yang cari uang.”      
Panji Sangge           : “Mohon pak, izin dari bapa sangat penting untuk keselamatanku,daku ingin balas semua pengorbanan bapa, daku tak ingin menyusahkan bapa selalu”
Panji Ullah                : “Baiklah kalau itu kau mau! Bapa akan mengizinkannya. Jagalah baik-baik dirimu nak.”
Setelah melewati berbagai lembah dan bukit, akhirnya Panji Bayan Sangge tiba di sebuah daerah yang bernama Batu Dendeng. Ketika ia berjalan di tepi tebing tiba-tiba ia terjatuh dari tebing tinggi.
Panji Sangge            : “TOLONG…!!! TOLONG…!!!”(teriaknya)
Inaq Bangkol            : “Pak dengar! Sepertinya di bawah tebing sana ada suara yang minta  tolong!”
Amaq Bangkol          : “Iya bu, bapa juga dengar! Mari kita kesana.”
***
Inaq Bangkol            : “Pak! Pak!! Lihat anak itu! Tampaknya dia terjatuh dari tebing itu. Kita harus segera menolongnya.”
Amaq Bangkol          : “Bagaimana kita bawa saja ke rumah bu?”
Inaq Bangkol            : “Ibu setuju pak! Di rumah kita bisa obati luka-luka anak ini.”
***
Amaq Bangkol          : “Ternyata, anda sudah sadar…”
Panji Sangge            : “Siapa anda? Dan ada dimana sekarang saya?”
Amaq Bangkol          : “Saya Amaq Bangkol, anda ada dirumah saya. Tadi
saya menemukan anda tergeletak di bawah  sebuah  tebing, akhirnya saya memutuskan untuk membawa anda kesini. Siapa nama anda ? dan dimana rumah anda?
Mungkin saya bisa mengantarkan anda pulang.”
Panji Sangge           : “Nama saya Panji Sangge. Oh tidak usah pak, terima kasih,
saya pergi Kemari untuk merantau.”
Amaq Bangkol         : “Oh begitu… apakah kamu mau  menjadi anak angkat saya?”
Panji Sangge           : “Boleh pak…”
Tahun demi tahun menyusul, akhirnya Panji Bayan Sangge meningkat dewasa. Ia telah menjadi seorang pemuda.
Panji Sangge            : “Bapa, ananda berniat untuk menggarap sebuah  ladang.”
Amaq Bangkol          : “Itu ide bagus, bapak sangat setuju, bagaimana bu?”
Inaq Bangkol            : “Ibu juga menyetujuinya, tunggu ibu sebentar nak.”
***
Inaq Bangkol              : “Ini bibit tanaman jagung, kacang, gandum, dan berbagai jenis
bunga yang bisa kau tanam di ladang.”
Panji Sangge            : “Terima kasih atas pemberiannya bu.. ananda pamit dulu ya
pak, bu.”
Beberapa minggu kemudian…
***
Pada suatu pagi yang cerah Panji Bayan Sangge mendatangi ladangnya
Panji Sangge            : “Apa yang terjadi dengan ladangku?! Siapa yang beraninya
merusak semua tanamanku?!”
***
Dirumah…
Panji  Sangge           : “Ibu, tadi pagi ketika ananda ke ladang, semua bunga
tanaman itu telah hilang. Kalau dikatakan itu adalah perbuatan babi atau kera, rasanya tak mungkin. Karena tak satu pun tangkainya yang patah. Karena itu ananda bermaksud untuk mengadakan pengintaian. Barangkali ada tangan-tangan jahil yang sengaja merusak tanaman kita.”
Inaq Bangkol              : “Baik, ibu setuju dengan rencana itu. Jagalah dirimu baik-baik
dan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Bertindaklah dengan jujur dan tidak boleh berbuat kasar kepada siapapun. Segala persoalan pasti dapat diselesaikan dengan baik. Dengar dan perhatikan nasihat bunda ini.”
Saat menjelang fajar di ladang…
Panji Sangge          : “Akan kuapakan perempuan-perempuan yang merusak
tanamanku ? Bila aku biarkan pasti bunga-bunga ini akan habis. Apakah hasilku nanti? Ah, lebih baik kutangkap saja barang seorang,” (terkejut)
***
Panji Sangge                        : “Hey, siapa kalian?!”
Lima Bidadari           : (terkejut)
Bidadari I                  : “Bagaimana ini? Ayo adik-adikku kita harus pergi sekarang!”
Bidadari II                 : “Ayo kak..!”
Dewi Liska                : “Kak….!! Tolong… aku tertangkap!”
Bidadari III                : “Kak lihat!  Dewi Liska tertangkap, kita harus menolongnya!”
Bidadari I                  : “Tapi jika kita menolongnya, kita bisa tertangkap juga.”


                        Sesampai Dirunah…

Panji Sangge           : “Ibu, dialah yang merusak tanaman kita di ladang. Hukuman
apakah yang akan kita berikan kepadanya?”
Inaq Bangkol           : “Anakku, bila bidadari ini merusak tanaman kita di ladang, ibu
hanya berdoa, memohon kepada Yang Maha Kuasa, semoga ananda dijodohkan dengan dia, janganlah dihukum. Dia akan kujadikan anak dan juga menantu. Terjadinya peristiwa ini, hanyalah merupakan takdir semata. Terimalah dengan penuh tawakkal. Semoga kebahagiaan senantiasa meliputi kalian.”
Singkat cerita, Panji Bayan Sangge pun akhirnya menikahi bidadari itu. Tetapi selama berumah tangga, mereka tak pernah berbicara. Demikianlah, kehidupan mereka berlangsung beberapa lama sampai mereka memperoleh seorang anak.
Panji Sangge           : “Apa sebab Dewi Liska istriku tak pernah berbicara..? mungkin
ada hubungan dengan sikapnya sebelum mengambil air di sumur, aku harus menyelidikinya.(pikirnya)”
Pada suatu  hari ia menemukan sebuah selendang yang bernama Lempot Umbaq yang tak pernah dilepaskan oleh isterinya, kecuali pada waktu mengambil air.
Panji Sangge           : “Ada apa dengan selendang ini? Kalau selendang ini
kusembunyikan mustahil, isteriku tak akan menanyakannya. Dalam kesempatan itulah nanti aku akan berbicara dengannya.”
Beberapa saat kemudian isterinya kembali ke rumah…
***
(Ia lalu keluar rumah. Air matanya sudah tak dapat ditahan lagi).
Panji Sangge           :“Apa yang sedang kau cari isteriku? Bolehkah aku
mengetahuinya? Barangkali aku dapat membantumu.”
***
Panji Sangge           : “Cobalah katakan apa yang sedang kau cari isteriku! Mungkin
aku dapat menolongmu. Atau mungkin tak percaya pada diriku?”

***
Panji Sangge           : “Telah beberapa kali kukatakan padamu. Katakanlah dengan
sebenarnya, apakah yang sedang kau cari. Aku bersedia membantumu untuk menemukan kembali.”
Dewi Liska                : “Lempot Umbaq.”
Setelah berkata demikian, ia seketika menghilang tanpa bekas. Semua berlangsung dalam hitungan detik. Tak ada yang mengetahui ke mana perginya.
***
Panji Sangge           : “Ah, bila aku hanya berpangku tangan, tak mungkin isteriku
kembali. Dan anakku pasti akan mati. Lebih baik aku mencari upaya, supaya isteriku dapat kubawa kembali.”
Setelah berpikir lama, akhirnya Panji Sangge memutuskan untuk meninggalkan rumah dan mencari isterinya.
Panji Sangge           :  “Ibu, sekarang ananda akan menyerahkan anakku ini kepada
ibu. Ananda akan mencari upaya, agar isteriku dapat kubawa kembali. Entah ke mana ananda belum tahu dengan pasti. Mungkin berhasil, mungkin pula tidak. Ananda pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi kelak bila anak ini dewasa, sedangkan ananda tak kembali, beritahukanlah siapa orang tuanya yang sebenarnya. Oleh karena itu doa restu ibu sangat ananda harapkan.”
Inaq Bangkol           : “ Baiklah, ibu akan selalu mendoakanmu, jagalah dirimu baik-   baik.”(sedih)
Sampai di sebuah hutan…
Suara Gaib              : “Hai, Panji Bayan Sangge, kalau  kamu akan mencari isterimu
kamu harus mempersiapkan syaratnya. Kamu harus mendapatkan merang yang berasal dari ketan hitam. Merang ini harus kamu bakar di atas sebuah batu. Sewaktu asapnya mengepul ke udara, lompatilah merang itu. Maka kamu akan menjumpai isterimu. Tetapi jangan kau bingung bila berhadapan dengan banyak perempuan yang rupanya sangat mirip dengan isterimu. Oleh karena itu, kamu kuberikan seekor lalat emas yang ditaruh di dalam sebuah kota emas pula. Kalau kesulitan dalam menentukan yang mana isterimu, lepaskanlah lalat ini. Di mana lalat ini hinggap dan tidak berpindah lagi, itulah isterimu.”
(Setelah suara itu hilang, ia sadar kembali. Ketika itu ia pun segera mencari dan menyiapkan merang ketan hitam yang diperlukan sebagai syarat untuk bertemu dengan isterinya. Ia pun menaiki sebuah batu besar dan dibakarnyalah merang ketan hitam itu. Saat asap merang mulai mengepul ke udara, ia langsung melompat.)
            Di istana bidadari…
Raja Bidadari            : “Hai, orang muda, dari mana asalmu. Apa maksud
kedatanganmu kemari? Siapa yang membawamu, hingga berada di tempat ini?”
Panji Sangge                        : “Maaf Tuan, kedatanganku  kemari memang sengaja, untuk
menyusul isteriku.”
Raja Bidadari            : “Menyusul isterimu? Mana mungkin. Tak seorang pun dari
anak-anakku pernah menikah. Jangankan menikah, keluar istana ini pun tak pernah. Berkatalah yang sebenarnya, jangan mengada-ada. Siapa yang memberi petunjuk, siapa yang mengatakan padamu dan di mana pula kamu pernah menjumpai anakku? Cobalah ceritakan kepadaku!”
Panji Sangge           : “Dalam petunjuk sudah jelas, bahwa isteriku berada di tempat
ini.Tak mungkin berada di tempat lain. Saya yakin benar bahwa isteriku pasti berada di tempat ini.”
Raja Bidadari           :  “Sekarang aku akan keluarkan semua anak-anakku. Cobalah
engkau tunjukkan nanti, yang manakah kau anggap sebagai isterimu. Tetapi harus diingat, apabila nanti kau tak dapat menunjukkan dengan tepat kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu.”
Panji Sangge          : “Saya sanggup.”
Maka Raja Bidadari itu pun mengeluarkan semua anak-anaknya.
Raja Bidadari         : “Bisakah kau tunjukkan kepadaku yang mana istrimu itu!”
(Panji mengeluarkan lalat emas dari sakunya, dan lalat itu hinggap di tubuh salah seorang bidadari)
Panji Bayan           : “Wanita yang dihinggapi lalat emas itulah istri saya.”
Raja Bidadari         : “Dari mana kau dapat mengetahui bahwa dia itu adalah isterimu?”
Panji Sangge         : “Lalat itu hinggap di tubuh isteri saya. Karena mencium bau
amis yang keluar dari susunya, karena dia telah melahirkan seorang putera yang kini sedang diasuh oleh ibu saya.”
Raja Bidadari         : “Di mana kau memperoleh lalat itu?”
Panji Sangge         : “Lalat itu diberikan oleh sebuah suara gaib ketika saya sedang
bersemedi dalam mencari upaya untuk menemukan kembali isteri saya ini.”
Raja Bidadari         : “Nah, bila demikian halnya baiklah. Aku percaya sekarang. Tak
ada hal lagi yang aku ragukan. Pertemuan kalian ini rupanya memang sudah menjadi suratan takdir. Tuhan telah menjodohkan kalian. Sekarang apa sebab kamu ditinggalkan oleh isterimu? Pernahkah kalian dahulu berbicara sewaktu kalian berkeluarga?”
Panji Sangge          : “Tak sekali jua pun,”
Raja Bidadari          : “Begini anakku, isterimu selalu membisu, disebabkan karena
isterimu mengetahui bahwa dia belum memenuhi persyaratan. Persyaratan itu belum pernah dilakukan. Sekarang di tempat ini akan kita penuhi persyaratan itu. Adapun syarat itu ialah apa yang sering disebut dengan nama Umbaq Lempot. Syarat inilah yang dahulu dibutuhkan oleh isterimu. Di sinilah sekarang kita buat untukmu. Dan, inilah yang harus dilakukan oleh keturunanmu kelak. Cara membuatnya ialah dengan motif Ragi Saja. Jadi nama lengkap syarat itu adalah Umbaq Lempot Ragi Saja. Nah inilah kebutuhan utama untuk memenuhi hidup di dunia.”
Beberapa hari kemudian, mereka turun ke bumi untuk berkumpul lagi dengan putera mereka yang sudah lama ditinggalkan. Putranya bernama Mas Panji Pengendeng, tidak hanya tampan, melainkan juga mempunyai kekuatan-kekuatan tertentu yang membuatnya sakti mandraguna.
***
Panji Pengendeng  : “Ayahanda dan ibunda izinkan ananda merantau ke
Desa Selong Semoyong, untuk mencari kehidupan baru.”
Dewi Liska                : “Ibunda akan mengizinkanmu pergi dengan dua syarat.”
Panji Pengendeng  : “Apa syaratnya bunda?”
Dewi Liska                : “Agar dapat hidup di dunia dengan aman dan sentosa,
syaratnya  ananda harus membuat Umbaq Lempot. Selain itu, ananda juga harus mendirikan sebuah Barugaq Sekepat. Pada Barugaq Sekepat inilah akan hadir para leluhur tatkala ada kegiatan-kegiatan atau upacara sedang dilakukan.”
Panji Pengendeng  : “Baiklah ibunda, aku akan laksanakan syarat-syarat tersebut.”
Setelah Mas Panji Pengendeng telah lama menetap di Desa Selong Semoyong dan telah beranak-pinak.
***
            Di Kerajaan Klungkung..
Prajurit I                     : “Mohon ampun paduka, hamba menyampaikan berita yang
kurang baik, kerajaan kita akan mendapat serangan dari musuh.”
Raja Klungkung       : “Segera siapkan semua pengawal kerajaan!”
Prajurit II                    : “Maaf paduka, hamba tahu seseorang yang bisa membantu
                                    Kita dalam perperangan. Ia bernama Mas Panji Pengendeng
                                    dari Desa Selong Semoyong, yang terkenal sakti mandraguna
                                    dan tidak ada tandingannya.”
Raja Klungkung       : “Tolong ambilkan aku pena untuk menulis surat kepada Panji
Pengendeng!.”
Prajurit I dan II          : “Siap paduka”
***
            Dirumah Panji Pengendeng
TOK….TOK….TOK!!!
Prajurit I                     : “Permisi, saya diperintahkan oleh Raja Kelungkung
untuk menyampaikan surat ini kepada Mas Panji Pengendeng.”
Dewi Sasa                 : “Baik, terima kasih.”
****
Dewi Sasa                 : “Mas, ini ada surat untuk Mas dari Raja Klungkung. ”
Panji Pengendeng  : (baca surat)
Dewi Sasa                 : “Isinya tentang apa mas?”
Panji pengendeng   : “Raja Klungkung memerintahkan aku untuk membantunya dalam peperangan. Bagaimana pendapatmu?”
Dewi Sasa                 : “Apapun pilihanmu aku akan mendukungnya.”
***
Di Kerajaan Klungkung…
Panji Pengendeng  : “Apa yang bisa hamba bantu paduka?”
Raja Klungkung       : “Kerajaan Klungkung sedang dalam keadaan terdesak, Aku minta agar kamu bisa membantu dalam peperangan!”
Panji Pengendeng  : “Hamba bersedia paduka.”
***
Di peperangan…
(Di tengah-tengah peperangan yang sedang berkecamuk, tiba-tiba ia terjatuh akibat kakinya tersandung oleh dodotnya sendiri yang bermotif Benang Dua Ragi Poleng.)
Panji Pengendeng  : “Prajurit, tolong saya!”
Prajurit II                    : “Ada apa tuan?”
Panji Pengendeng  : “Tolong antarkan saya ke Tanah Lombok Desa Selong
Semoyong!”
Prajurit II                    : “Baik tuan!”
Namun, saat sampai di Tanah Lombok ia tidak pulang ke Selong Semoyong, tetapi menuju Gawah Toaq. Setelah tiga hari berada di Gawah Toaq, ia pun memerintahkan bala samarnya agar pergi ke Selong Semoyong untuk memberitahukan keluarganya.
***
TOK….TOK…TOK!!
Prajurit III                   : “Apa benar ini rumah Tuan Mas Panji Pengendeng?”
Dewi Sasa                 : “Iya benar. Ada apa ya?”
Prajurit III                   : “Kami membawa berita bahwa Mas Panji Pengendeng
mengalami kecelakaan ketika berperang. Saat ini beliau berada di Gawah Toaq, dan keluarga besarnya diminta untuk menemuinya.”
Dewi Sasa                 : (Terkejut)
Setelah mendapat berita tersebut, Keluarga besar Mas Panji Pengendeng segera menuju Gawah Toaq.
Sesampai disana…..
Gusti Panji                  : “Ayah, bersediakah engkau pulang kerumah Desa Selong Semoyong, kami akan mengobatimu ayah!”
Dewi Sinta                : “Kami mohon ayah!!”
Panji Pengendeng  : “Baiklah anak-anakku.”
(Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan Gawah Toaq menuju Selong Semoyong.)
Ketika rombongan tiba di daerah Embung Puntiq…
Panji Pengendeng    : “Sebaiknya kita beristirahat di sini. Aku sudah terlalu payah
dan mungkin tak dapat sampai ke Selong Semoyong.
Oleh karena itu mendekatlah kemari semua anak-anakku dan
yang lainnya.”
***
Panji Pengendeng : “Dengarkan baik-baik. Seandainya nanti aku meninggal dunia
di tempat ini, kuminta janganlah jenazahku dimakamkan ataupun dibakar. Agar kelak bila ada anak cucuku ingin menziarahiku, mereka terbebas dari perasaan enggan. Biarlah agar semua orang dapat berkunjung ke tempat ini. Bila mereka datang menziarahiku, hendaklah mereka berkeliling sekurang-kurangnya satu kali. Juga aku pesankan pada kalian agar mengunjungi sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Yaitu menjelang musim penghujan, ketika bibit padi sudah mulai disiapkan. Dan kedua, sewaktu menanam padi telah selesai. Dan, janganlah membawa alat-alat pecah belah. Tempat ini adalah hutan. Kalau kalian terjatuh akan menimbulkan kerugian. Cukuplah dengan membawa takilan saja. Lauk pauknya janganlah mewah. Yang penting kalian tetap datang ke tempat ini pada waktu yang telah kusebutkan tadi. Satu hal lagi yang terlarang bagimu kemari adalah mamakai kain sebangsa Ragi Poleng, karena penderitaanku ini akibat tersandung dodot Benang Dua Ragi Poleng dalam peperangan di Klungkung.”
Panji Pengendeng  : “Prajurit! Tolong siapkan tenda dan tempat tidur untuk saya!”
Prajurit III                   : “Baik tuan.”
(Beberapa saat kemudian, para pengiring mengira bahwa Mas Panji Pengendeng sedang tidur dengan pulasnya. Mereka tidak menyadari bahwa junjungannya itu telah tiada. )
Pagi harinya….
Gusti Panji                : “Bunda…ayah telah tiada!!!”
 (Semuanya panik dan sedih)
Prajurit 1                    : “Bagaimana dengan jenazah ini? Apa yang harus kita
lakukan?”
(Semuanya hanya diam)
Dewi Sinta                : “Ayah?? Ayah dimana?? Ibu!!! Ayah telah hilang...”
            (Semuanya bingung dan menghampiri tempat tidur Panji Pengendeng)
Dewi Sasa                 : “Peristiwa ini sangat cocok dengan wasiat yang telah
diberikan. Jenazahnya jangan dikuburkan atau dibakar. Rupanya peristiwa inilah yang dimaksudkan.”
 Maka, oleh masyarakat Selong Semoyang pada tempat di mana Mas Panji Pengendeng meninggal dunia dan akhirnya menghilang dibuat sebuah makam. Dan, makam itu hingga saat ini terkenal dengan nama Makam Embung Puntiq.

··· TAMAT ···

Komentar

  1. Casino - Bracket betting guide for your chance to win
    The Casino is 바카라 사이트 a unique casino that has 토토 been around bsjeon.net for over a decade. It has managed to offer wooricasinos.info great worrione games such as Blackjack, Roulette and Video Poker,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Iklan Bahasa Inggris - Advertisement